Selasa, 21 Juni 2011

~* <<< Tanda-Tanda Telah Meraih Kenikmatan Ibadah >>> *~

Assalamu'alaikum...
Bismillahir-Rahmanir-Rahim...

KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG

Ketika engkau bersembahyang...
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar... Bersama-sama
mengucapkan Allahu Akbar .... Bacaan Al-Fatihah dan surah.. Membuat
kegelapan terbuka matanya .... Setiap doa dan pernyataan pasrah .....
Membentangkan jembatan cahaya .... Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat
bumi .... Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri .... Kemudian mim
sujudmu menangis ...Di dalam cinta Allah hati gerimis .... Sujud adalah
satu-satunya hakekat hidup ..... Karena perjalanan hanya untuk tua dan
redup ..... Ilmu dan peradaban takkan sampai .. Kepada asal mula setiap
jiwa kembali ...Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri .... Pergi
sejauh-jauhnya agar sampai kembali .... Badan di peras jiwa dipompa tak
terkira-kira .... Kalau diri pecah terbelah, sujud mengukuhkannya ....
Sembahyang di atas sajadah cahaya ... Melangkah perlahan-lahan ke rumah
rahasia .... Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya ... Yang tak
bisa dikisahkan kepada siapapun .... Oleh-olehmu dari sembahyang adalah
sinar wajah ...Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika ... Hatimu
sabar mulia, kaki seteguh batu karang ... Dadamu mencakrawala ...,
seluas 'arasy sembilan puluh sembilan........
Oleh :Emha Ainun Najib

Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang memasuki pasar maka hendaklah ia membaca :

"Laa ilaaha illallahu wahdahuu laa syariikalahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumiitu, wa huwa hayyun laa yamuutu, biyadihil khoir, wa huwa 'alaa kulli syai'in qodiir..."

(Tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya pujian, Yangmenghidupkan dan Mematikan. Ia hidup dan tidak mati, di Tangan-Nya kebaikan dan Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu.),

maka Allah akan menulis baginya satu juta kebaikan, dihapuskan darinya satu juta kejelekan dan diangkat dirajatnya satu juta dirajat." Dan dalam riwayat lain disebutkan: "Dan akan dibangun untuknya rumah di surga."
(HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)

------------------------------------------------~>>>


Tidak diragukan lagi bahwa ibadah menghadirkan rasa nikmat, kebahagiaan hati kelapangan dada, dan ketentraman jiwa. Rasa-rasa ini hadir ketika seorang hamba sedang melaksanakan ibadah kepada penciptanya. Dan rasa itu terus berlanjut walau sudah selesai dari melaksanakannya.

Seorang 'abid (yang beribadah) merasakan manisnya iman dalam hatinya, kenikmatan bermunajat dalam dzikir mereka, ketenangan dan ketentraman jiwa ketika ruku' dan sujud. Semua ini adalah kenikmatan ibadah yang sebenarnya diharap oleh nafsun muthmainnah (jiwa yang tenang).

Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:

“Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat.” (HR. An-Nasai, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad, 1/82)

Beliau shallallahu 'alaihi wasallam memberikan pernyataan seperti ini karena beliau mendapatkan kelezatan dan kebahagiaan hati ketika mengerjakan shalat. Panjangnya shalat malam beliau merupakan satu bukti tentang kelezatan yang beliau peroleh tatkala bermunajat kepada Rabb-nya.

Menjelang wafat, Mu’adz bin Jabal radhiallahu 'anhumenangis. Namun ia bukan menangisi ajal yang akan menjemputnya. Berikut sebab tangisnya:

“Aku menangis hanyalah karena aku tidak akan merasakan lagi rasa dahaga (orang yang berpuasa) ketika hari sangat panas, bangun malam untuk melaksanakan shalat di musim yang dingin, dan berdekatan dengan orang-orang yang berilmu saat bersimpuh di halaqah dzikir."

Aku menangis hanyalah karena aku tidak akan merasakan lagi rasa dahaga (orang yang berpuasa) ketika hari sangat panas, bangun malam untuk melaksanakan shalat di musim yang dingin, . . (Mu'adz bin Jabal)

Kenikmatan yang dirasakan seorang hamba dalam ibadahnya tadi merupakan anugerah Allah terbesar baginya. Dia akan selalu rindu dengan ibadah dan senantiasa menunggu-nunggu kehadirannya. Sebelum waktu ibadah itu tiba, dia sudah bersiap diri menyambutnya.

Namun, tidak semua orang yang beribadah merasakan kenikmatan tersebut. Allah sebutkan tentang kondisi orang munafikin yang kosong dari kenikmatan dalam melaksanakan ibadah yang paling utama, yaitu shalat.

"Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS. An Nisa': 142)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menfasirkan ayat di atas, "inilah sifat orang munafikin terhadap amal ibadah yang paling mulia, utama, dan terbaik, yaitu shalat. Jika melaksanakannya, mereka berdiri dengan malas. Hal ini disebabkan karena tidak ada niatan dalam dirinya, tidak mengimaninya, dan tidak memahami maknanya."

Sesungguhnya orang yang merasakan kenikmatan ibadah memiliki tanda-tanda dzahir sebagaimana iman juga memiliki indikasi-indikasi dzahirnya. Allah berfirman,

"Tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS. Al Fath: 29)

Abu Darda', salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Wahai Ahlul Madinah, kenapa aku tidak melihat kenikmatan iman pada diri kalian? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalau seandainya seekor hewan merasakan kenikmatan iman pasti akan terlihat manisnya iman padanya." (Dalam az Zuhd libni al Mubarak dan Syu'ab al Iman milik Imam al Baihaqi: III/130)

Di antara tanda-tanda orang merasakan nikmatnya ibadah adalah bersegera melaksanakan ketaatan, memperpanjang bacaan shalat, merutinkan puasa, memperbanyak tilawah al Qur'an, merasa rugi jika tertinggal dari melaksanakan ketaatan, dan rindu bertemu dengan Allah untuk merasakan kenikmatan terbesar.


Pertama, bersegera melaksanakan ketaatan

Sikap seorang mukmin jika menghadapi macam ibadah apapun, dia akan bersegera melaksanakannya karena rindu dengan kedatangannya. Baik terhadap waktu shalat, kedatangan bulan ramadlan, haji, jihad atau ibadah lainnya.

Dia berusaha agar tidak didahului oleh orang lain dalam masalah ibadah. Sebagaimana dia tidak mau menjadi urutan pertama dalam urusan dunia dan terlambat dalam urusan akhirat. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Janganlah menjadi orang yang pertama kali masuk ke dalam pasar dan yag terakhir keluar darinya." (HR. at Thabrani dalam al Kabir dengan sanad shahih dan al Baihaqi dalam Syu'ab al Iman)

karena pasar menjadi markas syetan dan dikibarkan bendera mereka. Hal ini menunjukkan agar seorang mukmin tidak berlomba dan berkompetisi dalam urusan dunia, tapi mereka hanya mau berkompetisi dalam urusan akhirat.

Berlomba-lomba menjadi juara pertama dalam urusan akhirat tidaklah masuk kategori kompetisi yang tercela. Bahkan mengalah dalam hal ini tidak diperbolehkan. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Mengalah (mendahulukan yang lain) dalam segala sesuatu itu baik, kecuali dalam urusan akhirat." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh al Hakim dan disepakati oleh al Dzahabi dari Sa'id bin Abi Waqqash dalam Shifatus Shafwah (III/304).

'Adi bin Hatim, salah seorang shabat, sudah bersiap-siap melaksanakan shalat sebelum datang waktunya dan selalu rindu dengan kehadirannya. Dia menyatakan, "tidaklah datang waktu shalat kecuali aku sudah siap. Dan tidaklah datang waktu shalat kecuali aku sudah sangat rindu melaksanakannya."

Tokoh besar Tabi'in, Sa'id bin Musayyib mengatakan, "sejak tiga puluh tahun, tidaklah seorang mu'adzin mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di masjid."

. . . sejak tiga puluh tahun, tidaklah seorang mu'adzin mengumandangkan adzan kecuali aku sudah berada di masjid. . . (Sa'id bin Musayyib)

Beliau juga pernah mengatakan, "aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam shalat selama 50 tahun. Aku juga tak pernah melihat punggung para jamaah, karena aku selalu berada di shaf terdepan selama 50 tahun."

Muhammad bin Sama'ah at Tamimi rahimahullahmenyatakan selama empat puluh tahun tidak pernah tertinggal takbiratul ihramnya imam, kecuali ketika ibunya meninggal.

Muhammad bin Sama'ah at Tamimi . . . selama empat puluh tahun tidak pernah tertinggal takbiratul ihramnya imam. . .

Al Imam al Qari', 'Ashim bin Abil Junud ketika melewati sebuah masjid pasti beliau mampir untuk melaksanakan shalat di sana. Hal ini karena beliau sangat rindu dengan shalat.

Yunus bin Ubaid sudah dalam kondisi siap sebelum perintah Allah datang kepadanya. Makanya dia senantiasa dalam kondisi suci supaya tidak tertinggal dari shalat sunnah atau shalat wajib ketika datang waktunya.

Juga perlu diketahui, syetan berusaha keras agar seorang mukmin terlambat melaksanakan ibadah. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, syetan mengikatkan tiga ikatan pada tengkuk seseorang ketika sedang tidur. Pada setiap ikatan tadi syetan mengatakan, "malam masih panjang teruslah tidur." Dan ketika orang tadi bangun lalu mengingat Allah, maka lepaslah satu ikatan darinya. Lalu jika dia berwudlu, lepas satu ikatan lagi. Dan jika ia shalat maka lepaslah seluruh ikatan syetan sehingga di pagi hari dia akan semangat. Dan jika tidak melakukan semua tadi, di paginya dia akan malas."(HR. Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

...syetan berusaha keras agar seorang mukmin terlambat melaksanakan ibadah...

Karenanya jangan ditunda-tunda ketika ingin melaksanakan ibadah dan ketika tiba kesempatan beribadah.


Kedua, memperpanjang bacaan shalat

Orang yang merasakan nikmatnya ibadah tidak akan merasakan banyaknya waktu yang dihabiskannya, bahkan waktu yang panjang terasa sebentar.

Setahun dihabiskan untuk kesenangan terasa sebentar
Sehari yang berisi keburukan terasa setahun

Dari sini, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan qiyamullail dengan membaca surat al Baqarah, Ali Imran, dan al Nisa' dalam satu rakaat. Tidak terasa waktu yang lama itu karena terisi nikmatnya munajat.

Begitu juga yang dijalankan oleh para sahabat beliaushallallahu 'alaihi wasallam dan para pengikut mereka. Diriwayatkan dari khalifah Utsman bin 'Affan, beliau menghatamkan Al Qur'an dalam satu rakaat. (Diriwayatkan Abu 'Ubaid dalam Fahlaa-il al Qur'an: hal. 90).

Beliau bisa begitu karena tidak merasa capek dengan lamanya berdiri dalam shalat karena merasakan nikmatnya membaca Al Qur'an. Beliau sendiri pernah berkata:

"Jika hati kalian bersih, pasti tidak akan pernah kenyang untuk membaca al Qur'an." (HR. Ahmad dalam Zawaid al Zuhd: 155)

Tamim ad Daari, Sa'id bin Jubair, dan Imam Abu Hanifahrahimahumullah menghatamkan Al Qur'an dalam satu raka'at bersama beberapa orang, sebagaimana yang dikomentari oleh Imam Nawawi rahimahullah, "boleh jadi ini pada malam musim dingin yang panjang, ditambah lagi berkahnya masa pada zaman itu." (At Tibyan fi Aadaab Hamalah Al Qur'an: 81)

"Jika hati kalian bersih, pasti tidak akan pernah kenyang untuk membaca al Qur'an."

Abu Ishaq al Sabi'ii rahimahullah ketika sudah tua tidak mampu berdiri shalat sehingga harus dibantu. Jika sudah berdiri shalat, beliau membaca seribu ayat. Beliau mengatakan, "aku sudah tua dan tulangku sudah lemah, sungguh hari ini, aku berdiri shalat dengan membaca surat al Baqarah dan Ali Imran."

Subhanallah, di kala sudah tua dan lemah, beliau berdiri shalat dan tidak ruku' kecuali setelah membaca surat al Baqarah dan Ali Imran. Untuk membaca kedua surat tadi, paling tidak dibutuhkan waktu satu seperempat jam.

Di bawah itu ada 'Atha bin Abi Rabbaah (w. 114 H.) pada saat sudah tua dan lemah, beliau melaksanakan shalat dan membaca dua ratusan ayat dari suarat al Baqarah dengan berdiri, selama itu beliau tidak bergeser dan tidak bergerak. (Dikeluarkan oleh al Baihaqi dalam Syu'ab al Imaan: 6/783)

Khalid bin Daarik berkata, "kami memiliki seorang imam di Bashrah. Dia menghatamkan Al Qur'an empat hari sekali selama bulan Ramadlan. Dan kami menilainya sudah meringankan bacaan." Artinya dia membaca seperempat Al Qur'an setiap harinya, dan masih dianggap telah meringankannya. Tidak ada penafsiran lain kecuali mereka itu jika sudah menghadap Rabb-nya Yang Mahasuci dan Maha tinggi, mereka lupa kepada selain-Nya.

Ada bentuk memanjangkan shalat yang lain, yaitu shalat Shubuh dengan wudlu isya'. Dan sudah banyak ulama Salafus Shalih yang mengerjakannya. Maknanya mereka tidak tidur semalaman, waktunya diisi dengan ibadah dan berkhalwah (menyendiri) dengan Allah 'Azza wa Jalla.

Di antara mereka adalah Sa'id bin Musayyib rahimahullah. Disebutkan bahwa beliau melakukan shalat Shubuh dengan wudlu Isya' selama lima puluh tahun. Ini adalah imam at tabi'in dan pemimpin mereka. Dalam amalnya tidak ada yang diingkari. Hal itu tidak hanya dikerjakan satu atau dua tahun. Kalau seandainya jumlah yang disebutkan itu dibesar-besarkan, maka prakteknya tidak akan kurang dari setengahnya.

Ulama salaf lainnya adalah Sulaiman al Taimi al Bashrirahimahullah yang shalat shubuh dengan wudlu' isya' selama 40 tahun.

Di antara salafus Shalih ada yang bersungguh-sungguh ibadah sehingga kalau dikatakan kiamat terjadi besok hari, dia tidak bisa lagi menambah amal ibadahnya, karena sudah dikerjakan melebihi kemampuan. Di antara mereka ada Abu Muslim al Khaulani rahimahullah, beliau berkata, "kalau dikatakan padaku, Jahannam sudah dinyalakan, maka aku tak bisa lagi menambah amalku."

Kenikmatan ibadah yang dirasakan sebagian ulama menjadikan mereka berdoa kepada Allah agar menganugerahkan shalat di kuburnya. Harapannya supaya bisa merasakan nikmatnya shalat di alam kubur sebagaimana yang dirasakannya di dunia. Dan Allah mengabulkan permohonannya itu.

"Ya Allah, jika Engkau masih memberikan kesempatan untuk shalat dalam kuburnya, maka berikan aku kesempatan shalat dalam kuburku." (doa Tsabit al Bannaani)

Tsabit bin Aslam al Bannaani al Bashri rahimahullah berkata, "tidak ada sesuatu yang kurasakan dalam hatiku lebih nikmat daripada qiyamullail." Dan beliaupun berdo'a "Ya Allah, jika Engkau masih memberikan kesempatan untuk shalat dalam kuburnya, maka berikan aku kesempatan shalat dalam kuburku." (Dikeluarkan oleh al Baihaqi dalamSyu'ab al Imaan: 6/402)

Lalu Allah mengabulkan permintaannya, maka dilihat oleh Abu Sinan -orang yang menguburkannya-Tsabit shalat dalam kuburnya. Dan ada orang yang bersumpah telah bermimpi melihatnya shalat di kubur dengan memakai pakaian sutera hijau.

Mereka menghidupkan malamnya dengan ketaatan kepada Rabb-nyaDengan tilawah, tadharru', dan berdoa


Air mata mereka mengalir dengan deras

Seperti mengalirnya lembah karena hujan

Di waktu malam laksana rahib, dan ketika berjihad

menghadapi musuhnya, mereka ksatria paling berani

Di wajahnya terdapat bekas sujud pada tuhan-nya

Dengannya kilauan pancaran cahaya-nya


Imam al Syatibi rahimahullah berkata, "yang disebutkan tentang orang shalih terdahulu berupa amal-amal mereka yang berat yang tidak bisa dikerjakan kecuali oleh pribadi-pribadi yang telah Allah persiapkan untuk melaksanakannya dan menyiapkannya untuk mereka. Allah telah menjadikan mereka suka kepada amal-amal itu. Hal itu tidaklah menyimpang dari sunnah, bahkan mereka tergolong dalam kelompok as Sabiqiin (bersegera melaksanakan ketaatan), semoga Allah menjadikan kita dalam barisan mereka. Hal itu dikarenakan alasan yang menjadikan dilarangnya beramal yang berat telah hilang dari diri mereka. Maka larangan itu tidak berlaku atas mereka." (Al Muwafaqaat: 2/140)

Sesungguhnya kenikmatan ibadah bukan ada pada zaman dahulu saja. Al Hamdulillah, zaman kita sekarang juga masih ada. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz rahimahullahselalu menjaga qiyamullail dalam kondisi muqim atau safar.

Dikisahkan oleh salah seorang sahabat beliau, dalam sebuah perjalan darat dari Riyadl ke Makkah. Di pertengahan malam, pukul 24.00 waktu setempat, Syaikh berkata: "Bagaimana kalau kita tidur dulu di sini kemudian kita lanjutkan perjalanan esok pagi?" Orang-orang yang dalam rombongan beliau setuju. Lalu mereka tidur, sedangkan Syaikh minta air untuk wudlu kemudian shalat sebanyak yang beliau mau, setelah itu beliau tidur. Ketika bangun shalat Shubuh, mereka dapati Syaikh telah lebih dulu bangun dan sudah shalat. (Sekilas biografi Syaikh Abdul 'Aziz bin Bazz oleh Andurrahman al Rahmah : 236-237)

Suatu kali beliau diundang ke Jeddah -waktu itu beliau berada di Makkah-, beliau sanggupi undangan itu. Beliau kembali ke rumahnya di Makkah pada pukul 02.00 dini hari. Orang-orang dalam rombongan beliau tidur. Ketika sudah masuk waktu untuk shalat tahajjud, sekitar pukul 03.00, beliau membangunkan mereka untuk shalat. Kamudian beliau shalat hingga masuk shubuh. Setelah shalat, beliau menyampaikan ceramah sebentar lalu melakukan aktifitas mu'amalah.

Itulah beliau, di tengah-tengah agenda harian beliau yang padat, tidak pernah meninggalkan qiyamullail.

Wahai ikhwan fillah, contoh-contoh yang disebutkan di depan terasa jauh dari angan-angan kita. Jika antum sekalian mau, pasti bisa Insya Allah. Caranya, laksanakan secara bertahap, sedikti-demi sedikit. Mulailah shalat malam dengan beberapa surat pendek. Setelah berjalan beberapa hari, mulailah membaca surat-surat panjang. Lama-kelamaan, antum akan terbiasa melaksanakan shalat dengan lama. Jangan seperti orang yang langsung shalat dengan bacaan panjang lalu berhenti, tidak melaksanakannya lagi. Sesungguhnya amal yang disenangi Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.

Sesungguhnya amal yang disenangi Allah adalah yang kontinyu walau sedikit.


Semoga bermanfaat dan penuh Kebarokahan dari Allah.....

UNTUK IBU

Orang yang paling berjasa dalam hidup Anda, seandainya dia hanya mengandung, melahirkan dan menyusuimu tidak lebih, dia tetaplah manusia yang paling berjasa, bahkan bapakmu sekalipun, dari sini tidak heran bila Rasulullah shallallhu 'alaihi wa sallam mengulang perintahnya kepada seorang laki-laki untuk memberikan kebaikannya kepada ibunya sebanyak tiga kali, baru setelah itu kepada bapaknya.

Ali bin al-Husain bin Ali tidak duduk bersama ibunya saat makan, saat ditanya mengapa dia melakukan hal itu, dia menjawab, “Aku khawatir mataku menginginkan suatu makanan yang diinginkan oleh ibuku, kemudian aku mendahuluinya mengambilnya, maka dengan itu aku telah mendurhakainya.”

Kahmas bin al-Hasan melihat seekor kalajengking masuk ke dalam kamar ibunya, lalu dia menyumpal semua lubang yang ada di kamar tersebut, tinggal satu lubang yang belum tersumpal karena tidak ada yang dibuat menyumpal, maka Kahmas menyumpalnya dengan kakinya dan sialnya justru itulah lubang persembunyian kalajengking, maka kakinya disengat, namun dia tidak menarik kakinya dan menahan sakit semalaman, ketika dia ditanya mengapa melakukan itu, dia menjawab, “Aku khawatir ia akan menyengat ibuku yang sedang istirahat.”

Muhammad bin Sirin berkata, di zaman Usman bin Affan harga pohon kurma mencapai seribu dirham, lalu Usamah menebang sebuah pohon kurma, dia mengambil daging pohonnya yang ada di pucuknya dan memberikannya kepada ibunya. Orang-orang bertanya, “Mengapa engkau melakukan padahal engkau tahu harganya yang seribu dirham?” Dia menjawab, “Ibuku memintanya, dia tidak meminta sesuatu yang aku mampu kecuali aku melakukannya.”

Abdullah bin al-Mubarak berkata, Muhammad bin al-Munkadir berkata, “Umar –saudaranya- shalat malam, sedangkan aku memijiti kaki ibuku yang sakit, malam yang aku lalui lebih aku sukai daripada malamnya.” Maksudnya aku lebih menyukai menghabiskan malam untuk ibuku daripada malam untuk shalat.

Dari Ibnu Aun berkata, seorang laki-laki datang kepada Muhammad bin Sirin yang saat itu sedang bersama ibunya, laki-laki itu bertanya, “Apakah Muhammad sakit?” Orang-orang menjawab, “Tidak, tetapi begitulah dia kalau sedang bersama ibunya.”

Dari Ibnu Aun bahwa Muhammad bin Sirin dipanggil oleh ibunya, dia menjawab lebih keras dari suara ibunya, maka dia memerdekakan dua hamba sahaya.

Hisyam bin Hassan berkata, “Al-Hudzail putra Hafshah binti Sirin mengumpulkan kayu bakar, dia mengulitinya dan membelahnya.” Ibunya Hafshah berkata, “Bila musim dingin tiba, maka dia membawa tungku dan meletakkannya di belakangku dan aku duduk di tempat shalatku, kemudian dia duduk dan menyalakan tungku dengan kayu yang dikumpulkannya, asapnya tidak menggangguku dan aku merasa hangat, hal itu berlangsung masya Allah, padahal dia bisa menyuruh orang lain dengan mengupahnya kalau dia mau, terkadang aku ingin berkata kepadanya, ‘Putraku, pulanglah ke rumahmu.’ Namun aku ingat apa yang ingin dilakukannya, maka aku membiarkannya.” Wallahu a’lam.

Wassalam,
Salam Ukhuwah selalu.