Jumat, 10 Juni 2011

Penolong Misterius

Ketika senja telah turun mengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu. Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa.

"Allahu Akbar!" suara lelaki itu mengawali shalatnya.

Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnya bekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a. Seusai sholat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku dengan air mata mengalir, memohon ampunan Allah.

Dan bila malam sudah naik ke puncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya.

"Rupanya malam sudah larut...,"bisiknya.

Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menuju gudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudang hartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, dan bahan-bahan makanan lainnya.

Di tengah malam yang gelap gulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di atas punggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalu menaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkannya.

Di saat suasana hening dan sepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekah kepada fakir miskin di pelosok Madinah.

"Alhamdulillah..., harta titipan sudah kusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapat menunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orang terbangun dari mimpinya.

Ketika hari mulai terang, orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu.

"Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapat jatah makanan.

"Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakannya untuk kita!" sambut yang lainnya.

Begitu pula malam-malam berikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yang memergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakan karung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.

"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kata orang miskin ketika pagi tiba.

"Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yang berlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.

Dari kejauhan, Ali Zainal Abidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinya bersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskin hartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian Ali Zainal Abidin semakin bertambah keuntungan.

Tak seorang pun yang tahu dari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya?

Ali Zainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparn. Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malam harinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.

Malam itu, seperti biasanya, Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatih dalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar. Lalu menghadangnya!

"Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orang bertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.

Beberapa saat Ali terperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Mana uangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau.

"Aku...aku...," Ali menurunkan karung di pundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampok. Membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata beban karung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yang menutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.

"Siapa kau?!" tanya Ali sambil memperhatikan wajah orang itu.

"Ampun, Tuan....jangan siksa saya...saya hanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan.

"Kenapa kau merampokku?" Tanya Ali kemudian.

"Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak saya kelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.

Ali melepaskan karung yang menimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hati menanyainya terus.

"Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat..."

"Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kau sedang kesusahan, bukan?" kata Ali.

Beberapa saat orang itu terdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub.

"Sekarang pulanglah!" kata Ali.

Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis.

"Tuan, terima kasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertobat kepada Allah...saya berjanji tidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.

Ali tersenyum dan mengangguk.

"Hai, orang yang tobat! Aku merdekakan dirimu karena Allah! Sungguh, Allah maha pengampun." Orang itu bersyukur kepada Allah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertobat atas kesalahannya.

"Aku minta, jangan kau ceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kata Ali sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segala dosaku," sambung Ali.

Dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernah mengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkan karung-karung makanan untuk orang-orang miskin.

Suatu ketika Ali Zainal Abidin wafat. Orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya. Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang.

Orang-orang itu melihat bekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya.

"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?"

"Itu adalah bekas karung-karung tepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kata orang yang bertobat itu dengan rasa haru.

Barulah orang-orang tahu dari mana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnya Ali Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasa kehilangan.

Orang yang bertobat itu lalu mengangkat kedua tangan seraya berdo'a," Ya Allah, ampunilah dosa Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Saw.

Memilih Tetangga Sebelum Memilih Rumah (جارقبل دار)

dakwatuna.com - Tetangga pada zaman kita sekarang ini, memiliki pengaruh yang tidak kecil terhadap tetangga di sebelahnya. Karena saling berdekatannya rumah-rumah dan berkumpulnya mereka dalam flat-flat, kondominium atau apartemen.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan, empat hal termasuk kebahagiaan, di antaranya tetangga yang baik. Beliau juga menyebutkan empat hal termasuk kesengsaraan, di antaranya tetangga yang jahat. Karena bahayanya tetangga yang jahat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah daripadanya dengan berdoa:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga nomaden akan pindah”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umat Islam untuk berlindung pula daripadanya dengan mengatakan:

“Berlindunglah kalian kepada Allah dari tetangga yang jahat di rumah tempat tinggal, karena tetangga yang nomaden akan berpindah daripadamu”.

Dalam buku kecil ini, tentu tak memadai untuk menjelaskan secara rinci tentang pengaruh tetangga jahat terhadap suami istri dan anak-anak, berbagai gangguan menyakitkan daripadanya, serta kesusahan hidup bersebelahan dengannya. Akan tetapi dengan mempraktekkan hadits-hadits yang telah lalu (dalam masalah bertetangga) sudah cukup bagi orang yang mau mengambil pelajaran.

Mungkin di antara jalan pemecahannya yang kongkret, yaitu seperti yang dipraktekkan oleh sebagian orang dengan menyewakan rumah yang bersebelahan dengan tetangga jahat tersebut kepada orang-orang yang sekeluarga dengan mereka, meski untuk itu harus merugi dari sisi materi, karena sesungguhnya tetangga yang baik tak bisa dihargai dengan materi, berapa pun besarnya.

Memuliakan Tetangga

Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam ajaran Islam. Perhatikan firman Allah Taala:

وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

“…Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,.” (An-Nisa:36)

Nabi SAW dalam beberapa hadits mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga, di antaranya adalah:

Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, “Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim”. (H.R. Bukhari-Muslim)

Abu Dzarr ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Hai Abu Dzarr jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan (bagilah) tetanggamu (H.R. Muslim)

Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya Rasulullah? Jawab Nabi, “Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya” (H.R. Bukhari-Muslim)

Abu Hurairah berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. (H.R. Bukhari-Muslim)

Hak-hak ketetanggaan tidak ditujukan bagi tetangga kalangan muslim saja. Tentu saja tetangga yang muslim mempunyai hak tambahan lain lagi yaitu juga sebagai saudara (ukhuwah Islamiyah). Tetapi dalam hubungan dengan hak-hak ketetanggaan semuanya sejajar:

Berbuat baik dan memuliakan tetangga adalah pilar terciptanya kehidupan sosial yang harmonis. Apabila seluruh kaum muslimin menerapkan perintah Allah Taala dan Nabi SAW ini, sudah barang tentu tidak akan pernah terjadi kerusuhan, tawuran ataupun konflik di kampung-kampung dan di desa-desa.

Beberapa kiat praktis memuliakan tetangga adalah:

1. Sering bertegur sapa, tanyailah keadaan kesehatan mereka.
2. Berikanlah kepada mereka sebagian makanan
3. Berikan oleh-oleh buat mereka, apabila kita bepergian jauh.
4. Bantulah mereka apabila sedang mengalami musibah ataupun menyelenggarakan hajatan.
5. Berikanlah anak-anak mereka sesuatu yang menyenangkan, berupa makanan ataupun mainan.
6. Sesekali undanglah mereka makan bersama di rumah.
7. Berikanlah hadiah kaset, buku bacaan yang mendorong mereka untuk lebih memahami Islam.
8. Ajaklah mereka sesekali ke dalam suatu acara pengajian atau majelis ta’lim, atau pergilah bersama memenuhi suatu undangan walimah (apabila mereka juga diundang)

Memuliakan Teman

Memuliakan teman berarti menjaga dan menunaikan hak-hak mereka. Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam Tarbiyatul ‘aulad fil Islam menyebutkan bahwa hak-hak tersebut adalah:

1. Mengucapkan salam ketika bertemu.

Rasulullah saw. yaitu, “Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian kerjakan, niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian”. (H.R. Bukhari-Muslim)

2. Menjenguk Teman Ketika Sakit

Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwa Rasulullah saw bersabda, “Jenguklah orang yang sakit; beri makanlah orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang dipenjara”.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima; Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin”.

3. Mendoakan Ketika Bersin

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu bersin, hendaklah ia mengucapkan, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah), dan saudaranya atau temannya hendaknya mengucapkan untuknya, Yarhamukallah (semoga Allah mengasihimu)’ Apabila teman atau saudaranya tersebut mengatakan, Yarhamukallah (semoga Allah mengasihimu), kepadanya, maka hendaklah ia mengucapkan, Yahdikumullah wa yushlihu balakum.

4. Menziarahi karena Allah

Ibnu Majah dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa menjenguk orang sakit atau berziarah kepada seorang saudara di jalan Allah, maka ia akan diseru oleh seorang penyeru “Hendaklah engkau berbuat baik, dan baiklah perjalananmu, (karenanya) engkau akan menempati suatu tempat di surga”.

5. Menolong ketika kesempitan

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat zhalim kepadanya dan tidak boleh menyia-nyiakannya (membiarkan, tidak menolongnya). Barang siapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan menolong kebutuhannya, barang siapa menyingkirkan suatu kesusahan dari seorang muslim, niscaya Allah akan menyingkirkan darinya suatu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat”

6. Memenuhi undangannya apabila ia mengundang

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra , bahwa Rasulullah saw. bersabda; Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima; Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin”

7. Memberikan ucapan selamat

Ad-Dailami meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, “Barang siapa bertemu saudaranya ketika bubar dari shalat Jum’at, maka hendaklah ia mengucapkan “Semoga (Allah) menerima (amal dan doa) kami dan kamu.

8. Saling memberi hadiah

At-Thabrani meriwayatkan dalam Al-Ausath dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai”

Ad-Dailami meriwayatkan dari Anas secara marfu’, “Hendaklah kalian saling memberi hadiah karena hal itu dapat mewariskan kecintaan dan menghilangkan kedengkian-kedengkian”

Imam Malik di dalam Al-Muwaththa’ meriwayatkan, “Saling bermaaf-maafkanlah, niscaya kedengkian akan hilang. Dan saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian akan saling mencintai dan hilanglah permusuhan.”

Wasiat Tentang Tetangga

عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه سيورثه. رواه البخاري ومسلم وأبو داود وابن ماجه الترمذي

Dari Aisyah ra, dari Nabi Muhammad saw bersabda, “Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menduga bahwa ia akan memberikan warisan kepadanya.” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Penjelasan:

الوصاءة Wawu dibaca fathah, bersama dengan shad tanpa titik dan dibaca panjang, lalu hamzah sesudahnya, adalah bentuk kata lain dari الوصية wasiat, demikian juga dengan الوصاية mengganti ya’ pada posisi hamzah

يوصيني بالجار Berwasiat kepadaku tentang tetangga, tanpa dibedakan kafir atau muslim, ahli ibadah atau ahli maksiat, setia atau memusuhi, kenal baik atau masing asing, menguntungkan atau merugikan, keluarga dekat atau orang lain, dekat rumah atau jauh.

حتى ظننت أنه سيورثه Sehingga aku menyangka bahwa ia akan mewarisi, ia menyuruhku -berdasarkan perintah Allah-, bahwa tetangga itu mewarisi tetangga lainnya, dengan menjadikannya bersama-sama dalam harta, sesuai dengan bagian yang ditentukan dalam pembagian waris.

Imam Bukhari meriwayatkan juga hadits ini dari Jabir ra, dari Rasulullah saw dengan kalimat:

ما زال جبريل يوصيني بالجار حتى ظننت أنه يجعل له ميراثاً

Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku tentang tetangga sehingga aku menyangka ia menjadikan warisan harta tertentu baginya.

At-Thabrani meriwayatkan dari Jabir ra dari Nabi Muhammad saw bersabda:

الجيران ثلاثة: جار له حق وهو المشرك: له حق الجوار، وجار له حقان وهو المسلم: له حق الجوار وحق الإسلام، وجار له ثلاثة حقوق: جار مسلم له رحم له حق الجوار والإسلام والرحم

Tetangga itu ada tiga macam: Tetangga yang hanya memiliki satu hak, yaitu orang musyrik, ia hanya memiliki hak tetangga. Tetangga yang memiliki dua hak, yaitu seorang muslim: ia memiliki hak tetangga dan hak Islam. Dan tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga, muslim memiliki hubungan kerabat; ia memiliki hak tetangga, hak Islam dan hak silaturahim.

Aisyah ra, meriwayatkan tentang batasan tetangga, yaitu empat puluh rumah dari semua arah.

At-Thabrani meriwayatkan dengan sanad dhaif/lemah dari Ka’ab bin Malik ra, dari Nabi Muhammad saw:

ألا إن أَربَعينَ دَار جار

“Ingatlah bahwa empat puluh rumah itu adalah tetangga”

Pelaksanaan wasiat kepada tetangga ini adalah dengan berbuat baik semaksimal mungkin, sesuai kemampuan, seperti memberikan hadiah, memberi salam, berwajah lepas/cerah ketika berjumpa, mencari tahu jika tidak kelihatan, membantunya ketika memerlukan bantuan, mencegah berbagai macam gangguan, material maupun inmaterial, menghendaki kebaikannya, memberikan nasihat terbaik, mendoakannya semoga mendapatkan hidayah Allah, bermuamalah dengan santun, menutupi kekurangan dan kesalahannya dari orang lain, mencegahnya berbuat salah dengan santun –jika masih memungkinkan- jika tidak maka dengan cara menjauhinya dengan tujuan mendidik, disertai dengan mengkomunikasikan hal ini agar tidak melakukan kesalahan.

Hadits ini dengan tegas menunjukkan tentang besarnya hak tetangga. Dan bahwa mengganggu tetangga termasuk di antara dosa besar.

Dosa Orang Yang Tetangganya Tidak Aman Dari Gangguannya

عَنْ أبي شُرَيْحٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قالَ: وَاللهِ لا يُؤْمِنُ وَاللهِ لا يُؤْمِنُ وَاللهِ لا يُؤْمِنُ. قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قالَ: الَّذِي لا يَأمَنُ جَارُهُ بَوَائِقُهُ. رواه البخاري

Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya, “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi, “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (H.R. Bukhari)

Penjelasan:

بوائقه Bentuk jama’ dari kata بائقة –ba’ dan qaf- berarti: bencana, pencurian, kejahatan, hal-hal yang membahayakan, hal-hal yang menjadi pelampiasan kebenciannya.

عن أبي شريح Syin dibaca dhammah, ra’ dibaca fathah, diakhiri dengan ha’ tanpa titik. Khuwailid Al-Khuza’iy as-Shahabiy.

والله لا يؤمن Diulang tiga kali, artinya tidak sempurna imannya, atau hilang iman sama sekali bagi yang menganggapnya halal, atau ia tidak mendapatkan balasan seorang mukmin sehingga dapat masuk surga sejak awal, atau pengulangan ini untuk menegaskan dan memberatkan larangan.

قِيْلَ: مَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ Dalam Fathul Bari, Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa dialah yang bertanya. Rasulullah saw menjawab:

الَّذِي لا يَأمَن جَارُهُ بَوَائِقُهُ

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran tentang pentingnya hak tetangga. Sehingga Rasulullah saw harus bersumpah tiga kali, menafikan iman orang yang mengganggu tetangganya, baik dengan ucapan maupun perbuatan.

Larangan Meremehkan Hadiah Dari Tetangga

عن أبي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:
يَا نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ لا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسَنَ شَاةٍ. رواه البخاري ومسلم

Dari Abu Haurairah ra berkata: Nabi Muhammad saw pernah bersabda: Wahai para wanita muslimah, janganlah ada seorang tetangga yag meremehkan hadiah tetangganya meskipun kikil (kaki) kambing. (H.R. Bukhari-Muslim)

Penjelasan:

حقر أي استصغار Meremehkan, seperti kata: احتقار والاستحقار

يا نساء المسلمات Wahai wanita-wanita muslimah, bentuk إضافة الموصوف إلى صفته /idhafah (penyandaran) maushuf (yang diterangkan) kepada sifat.

Atau bermakna lain: يا فاضلات المسلمات Wahai para pemuka muslimah, seperti ungkapan Arab يا رجال القوم: أي يا أفضلهم wahai para pemimpin kaum, artinya para pemuka mereka.

لا تحقرن Qaf dibaca kasrah, artinya jangan meremehkan, menganggap kecil.

” جارة ” هديةً ” لجارتها ” tetangga memberikan hadiah pada tetangga lainnya. Atau meremehkan hadiah dari tetangganya –Lam- bermakna –min- sehingga kemungkinan makna larangan itu pada pemberi atau penerima,

” ولو ” كانت الهدية meskipun hadiah itu berupa kaki kambing ” فرسن شاة ” fa’ dibaca kasrah, ra’ dibaca sukun/mati, adalah bagian kaki di atas telapak/tumit. Larangan bagi tetangga meremehkan hadiah tetangganya, meskipun hadiah itu pada umumnya kurang berguna, atau tidak berkenan dan tidak bernilai di hati. Dari itulah tetangga dapat memberikan dan menerima hadiah yang ada meskipun kecil nilainya. Hal ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Dengan ini pula kebiasaan memberikan hadiah dapat terus berlangsung antara tetangga, karena dengan sesuatu yang murah dan mudah, dapat dilakukan dalam keadaan miskin maupun kaya, dapat membuahkan rasa cinta dan kasih sayang. Dengan ini pula tidak diperbolehkan bagi laki-laki meremehkan hadiah antara mereka. Penyebutan larangan secara khusus pada wanita karena merekalah yang lebih cepat bereaksi dalam cinta dan benci, sehingga mereka lebih berhak mendapatkan perhatian, agar dapat menghindarkan diri dari larangan itu, menghilangkan kebenciaan antara mereka dan mempertahankan rasa cinta antar mereka.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak diperbolehkan meremehkan hadiah untuk mempertahankan rasa cinta antara mereka.

Barang Siapa Beriman Kepada Allah Dan Hari Akhir Maka Jangan Menyakiti Tetangga

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يؤذ جاره ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيراً أو ليصمت. رواه البخاري ومسلم وابن ماجه

Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah menghormati tamunya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam.” (H.R. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)

Penjelasan:

ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر” أي إيمانا كاملاً Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir. Artinya: iman yang sempurna.

Penyebutan hanya pada iman kepada Allah dan hari akhir, tidak dengan kewajiban lainnya, karena keduanya merupakan permualaan dan penghabisan. Maksudnya: Beriman dengan Penciptanya dan hari mendapatkan balasan amal baik dan buruknya.

فلا يؤذ جاره Maka jangan menyakiti tetangganya.

Tidak menyakiti tetangga itu bisa diaktualkan dengan mengulurkan kebaikan kepadanya, mencegah hal-hal yang membahayakannya.

فليكرم ضيفه Hendaklah memuliakan tamunya, dengan menampakkan rasa senang, menyuguhkan hidangan yang tersedia dan terjangkau.

فليقل خيراً أو ليصمت Hendaklah berkata baik atau diam dari ucapan buruk. Sebab perkataan itu hanya dapat digolongkan menjadi dua golongan, baik atau buruk.

Hadits ini berisi tiga hal penting yang menjadi kemuliaan akhlak dalam perbuatan atau perkataan. Dua pertama yang perbuatan itu adalah yang pertama berisi takhalliy (pengosongan diri) dari sifat tercela, dan yang kedua tahalliy (berhias diri) dengan akhlak mulia. Sedangkan yang ketiga berisi akhlaq qauliyah (ucapan).

Kesimpulannya bahwa kesempurnaan iman seseorang diukur dari kebaikannya kepada sesama makhluk Allah, baik dalam tutur kata kebaikan maupun diam dari kalimat buruk, dan melakukan apa yang sepatutnya dilakukan dan meninggalkan apa yang membahayakan; antara lain adalah dengan tidak menyakiti tetangga.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa tidak menyakiti tetangga adalah bukti kesempurnaan iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.

Hak Tetangga Yang Lebih Dekat Pintunya

عن عائشة رضي الله عنها قالت: يا رسول الله إن لي جارين فإلى أيهما أُهدي؟ قال: إلى أقربهما منك باباً. رواه البخاري

Dari Aisyah r.a. ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, kepada tetangga yang manakah aku berikan hadiah?” Jawab Nabi, “Kepada tetangga yang pintu rumahnya lebih dekat denganmu.” (H.R. Bukhari)

Penjelasan:

باب حق الجوار في قرب الأبواب Bab: hak tetangga yang lebih dekat pintunya, artinya barangsiapa yang pintunya lebih dekat maka ia yang lebih berhak. Karena ia yang melihat apa yang keluar masuk dari rumah tetangganya; berupa hadiah dan lain sebagainya, sehingga kemungkinan ada harapan dan keinginan, berbeda dengan yang jauh pintunya.

أهدى Hamzah dibaca dhammah dari kata al-ihda’

Rasulullah saw menjawab: إلى أقربهما منك باباً Kepada yang lebih dekat pintunya. Karena ia melihat keadaan tetangga dan keperluannya. Tetangga yang lebih dekat yang lebih cepat menyahut jika dipanggil, ketika tetangga sebelah memerlukan, terutama ketika terlena.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa hak tetangga mengikuti kedekatan pintunya, yang lebih dekat pintunya yang lebih diprioritaskan dari sebelahnya, demikian seterusnya.


Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/adab-terhadap-tetangga/

Tidak Menyadari Kesalahan Adalah Suatu Kebodohan

Syaikh Ibnu Atha’illah

Diantara kebodohan murid adalah saat jika ia tidak sopan, kemudian hukumannya ditangguhkan, maka ia berkata, “Seandainya ini adalah ketidaksopanan, maka tentu pertolongan akan diputus, bahkan dijauhkan.” Bisa saja ia tidak menyadari bahwa pertolongan Allah dihentikan, sekalipun hanya berupa tidak adanya tambahan. Bisa pula pertolongan itu dijauhkan darinya tanpa ia menyadarinya, sekalipun hanya membiarkan dirimu dan apa yang engkau inginkan.

Murid yang dimaksud adalah orang-orang yang menekuni makrifat, yaitu mereka yang mempunyai kehendak untuk menuju jalan Allah. Termasuk kita sekarang ini, yang ingin menempuh jalan Kebenaran, jalan Makrifat. Adalah merupakan suatu kebodohan jika kita tidak menyadari akan kesalahan diri sendiri terhadap Allah.

Seumpama kita terlanjur lalai atau berbuat tidak sopan kepada Allah, tetapi kita merasa Allah tidak Menghukum kita. Kita merasa yakin Allah tidak mencabut nikmat-Nya atau tidak menjauhkan nikmat itu. Dan hati menjadi tenang, seraya berkata, “Seandainya aku bersalah tentu pertolongan-Nya dicabut, namun kenyataannya tidak, maka berarti aku tidak bersalah.”

Kita tidak tahu, sesungguhnya orang yang berbuat salah dan pekertinya buruk terhadap Allah, maka Allah tidak serta Menjatuhkan siksa-Nya, tidak serta memutus pertolongan-Nya. Bisa saja tidak kita sadari bahwa pertolongan-Nya itu diputus secara perlahan-lahan. Atau secara halus – nyaris tidak terasa – kita dijauhkan dari nikmat, atau kita tidak diberi tambahan nikmat. Sebenarnya itu adalah peringatan dari Allah, namun karena kebodohan kita, maka kita tidak menyadarinya.

Kebodohan itu jika dibiarkan, semakin lama akan menjebak diri sendiri. Karena setiap kita berbuat tidak sopan – maksiat – selalu saja merasa tidak bersalah. Maka timbullah rasa ujub di dalam hati. Lalu hati tercemar debu-debu dosa yang menghalangi jalan menuju Allah. Hijab yang menghalangi antara diri kita dengan Allah semakin tebal. Dan, na’udzubillah, kita menjadi orang yang tersesat. Perhatikan firman Allah, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya (tidak taat) maka sesungguhnya dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata [QS. Al-Ahzab 36]

Maka ketahuilah tanda-tanda orang yang tersesat diantaranya adalah ia merasa berat dan sukar untuk mengerjakan perintah-Nya meskipun sudah berusaha untuk melakukannya, mudah tergoda dan melanggar larangan-Nya meskipun ia berusaha untuk mencegah langkahnya menuju larangan itu, dan ia merasa tidak membutuhkan pertolongan Allah lagi, sehingga ia enggan berdoa.

Sebaliknya, orang yang dibukakan jalan lapang menuju Allah ialah ia merasa ikhlas dan mudah melakukan perintah-Nya, ia tidak mudah terjebak dalam lorong kemaksiatan, dan senantiasa berdoa maupun bersyukur karena tetap merasa membutuhkan Allah, kapan dan dimana saja.


Sumber : Buku Telaga Makrifat Karya Syaikh Ibnu Atha’illah

bagimana sya menghilangkan kekecewaan hingga meninbulkan kebencian yng begitu besar trhadap seseorang.. sementara orng trsbt brgulir sehari hri dlm khidupan sya???

Sebelum ke inti  pokoknya sebelumnya kita kaji  tentang diri kita ( Manusia ) .
arti manusia? maksudnya kenapa ada manusia gitu?, ada ayat yang menyebutkan ;

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan Manusia melaikan untuk beribadah kepadaku”. [Adz Dzariyat [51] : 56].

Hubungan Nabi Muhammad dan Manusia? ada ayat sebagai berikut ;

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

Jadi Beliau adalah Rahmat bagi semua (Manusia termasuk didalamnya) (Al Anbiya 107)
Takwa adalah sebagaimana yang diartikan oleh seorang sahabat :

اَلتَّقْوَى هُوَ: الْخَوْفُ بِالْجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ، وَالرِّضَى بِالْقَلِيْلِ وَالْإِسْتِعْدَادُ بِيَوْمِ الرَّحِيْلِ.
"Takwa adalah perasaan takut kepada Yang Mahaagung, mengamalkan apa yang diturunkan dari Allah, merasa cukup dengan rizki yang sedikit dan mempersiapkan diri untuk menghadapi Hari Akhir." Yaitu, hari yang digambarkan Allah sebagai :


يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"Hari di mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara`: 88 - 89

Inti  jawaban  untuk Mbak Waty  :
Sekedar Motivasi bagi mereka yang mendapatkan musibah dan Ujian dari Allah SWT;

*Manusia Bertanya : Kenapa aku diuji ?
*Qur’an Menjawab :
..... Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:” Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabuut : 2).
.......Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabuut : 3)

*Manusia Bertanya : Kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik ?
*Qur’an Menjawab :
.....boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216)

*Manusia Bertanya : Kenapa aku diberi ujian seberat ini?
*Qur’an Menjawab :
....Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah : 286)


*Manusia Bertanya : Bolehkah aku frustrasi ?
*Qur’an Menjawab :
....Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) , jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imraan : 139)

*Manusia Bertanya : Bolehkah aku berputus asa ?
*Qur’an Menjawab :
....dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. (Yusuf : 87)

*Manusia Bertanya : Bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini?
*Qur’an Menjawab :
....Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (Ali Imraan : 200)
....Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Al-Baqarah : 45)

*Manusia Bertanya : Bagaimana menguatkan hatiku?
*Qur’an Menjawab :
....Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal. (At-Taubah : 129)

*Manusia Bertanya : Apa yang kudapat dari semua ujian ini?
*Qur’an Menjawab :
....Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (At-Taubah : 111)

Untuk  kesimpulan nya  :
tidak ada kesusahan dan kesulitan tanpa akhir
Alam Nasyrah 5-6
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

5.Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6.sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Semoga bermanfaat,
Wallahualambisshawab
 
oleh Sutarom 'Tarom' pada 10 Juni 2011 jam 15:50

Apakah jilbab menjadi pakaian wajib bagi muslimah, ataukah tidak wajib?

Dewasa ini kita melihat banyak kaum muslimah yang tidak berjilbab dan apabila ada yang berjilbab bukan dengan tujuan untuk menutup aurat-aurat mereka akan tetapi dengan tujuan mengikuti mode, agar lebih anggun dan alasan lainnya. Sehingga mereka walaupun berjilbab tetapi masih memperlihatkan bentuk tubuh mereka dan mereka masih ber-tasyabbuh kepada orang kafir. Tidak hanya itu mereka menghina wanita muslimah yang mengenakan jilbab yang syar’i, dengan mengatakan itu pakaian orang kolot, pakaian orang radikal, dan mereka mengatakan jilbab (yang syar’i) adalah budaya arab yang sudah ketinggalan zaman, serta banyak lagi ejekan-ejekan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang muslim. Hal ini karena kejahilan dan ketidak pedulian mereka untuk mencari ilmu tentang pakaian wanita muslimah yang syar’i. Untuk itu pada edisi ini kami berusaha berbagi ilmu mengenai Jilbab Wanita Muslimah yang sesuai dengan tuntunan syari’at, artikel ini bukan saja khusus untuk kaum hawa, namun para ikhwan, bapak, kakek juga berkewajiban untuk mempelajarinya dan memahami serta mengamalkannya dengan cara mengajak saudari-saudari kita yang berada dibawah tanggung jawabnya dan sekitarnya.

MELIPUTI SELURUH BADAN SELAIN YANG DIKECUALIKAN

Syarat ini terdapat dalam Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita
…”

Juga Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 59, yang artinya: “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin: “Hendaklah mereka mengulurkann jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya: “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.” Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”

Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

BUKAN SEBAGAI PERHIASAN

Ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nuur ayat 31, yang artinya: “Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya.

Hal ini dikuatkan oleh Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Ahzab ayat 33, yang artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah.”

Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam: “Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

KAINNYA TIDAK TRANSPARAN

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadits lain terdapat tambahan yaitu : “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.” (HR.Muslim
).

Ibnu Abdil Barr berkata : “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang.” ( Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.” (H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

HARUS LONGGAR (TIDAK KETAT) SEHINGGA TIDAK DAPAT MENGGAMBARKAN SESUATU DARI TUBUHNYA

Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah pernah berkata: ” Seorang wanita dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71). Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia harus mengenakan seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel)” (Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

TIDAK DIBERI WEWANGIAN ATAU PARFUM

Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu ‘alahi wa sallam: “Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).

Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya. Maka Abu Hurairah berkata : Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata : “Hadits tersebut menunjukkan haramnya memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi : Fidhul Qadhir).

TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN LAKI-LAKI

Karena ada beberapa hadits shahih yang melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria” (Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita.” (Ahmad II/199-200)

Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.” Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).

Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” ( Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).

Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

TIDAK MENYERUPAI PAKAIAN WANITA-WANITA
KAFIR

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih” (Q.S. Al-baqarah:104).

Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah” (artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.

BUKAN PAKAIAN SYUHRAH (UNTUK MENCARI POPULARITAS)

Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda: “Barangsiapa menge nakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (Abu Daud II/172).

Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy-Syaukani: Nailul Authar II/94). Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong.” 

wallahu ‘alam. 

oleh Sutarom 'Tarom' pada 10 Juni 2011 jam 15:51

HUKUM MENYINGKAT SALAM DENGAN'ASS,SAW,SWT,WRWB.>>>>>BOLEHKAH ???

Banyak saudara kita yang menulis ucapan salam, ucapan sholawat dan asma Allah dengan singkatan, baik itu di comment-comment, di sms, dll. Kita tahu bahwa menulis tidaklah beda dengan kita berbicara kepada orang lain, yang mana di situ ada malaikat yang senantiasa mencatat perbuatan tersebut. Sekecil apapun perbuatan itu pasti ada nilainya di sisi Allah, dan sesungguhnya amal ibadah seseorang itu tergantung darikeikhlasanmasing-masing individu, kalaulah kita hendak bersholawat, hendaknya menuliskannya dengan lengkap (tidak dengan menyingkatnya), sebagaibuktikeikhlasan kita dalam mengamalkannya. Insya Allah dengan membiasakan ini amalan kita akan menjadi sempurna, Inilah adab kepada Allah dan Rasul-Nya yang harus kita perhatikan. Berikut adalah fatwa-fatwa ulama seputar masalah penyingkatan kata: Fatwa Syaikh Wasiyullah Abbas (Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura) Soal: Banyak orang yang menulis salam dengan menyingkatnya, seperti dalam Bahasa Arab mereka menyingkatnya dengan wrwb islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat Dalam bahasa Inggris mereka menyingkatnya dengan “ws wr wb” (dan dalam bahasa Indonesia sering dengan “ass wr wb” – pent). Apa hukum masalah ini? Jawab: Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan, sebagaimana tidak boleh pula meningkat shalawat dan salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang selain ini dalam pembicaraan. Diterjemahkan dari www.bakkah.net Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) Soal: Bolehkah menulis huruf SAW yang maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya? Jawab: Yang disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini. Penyingkatan terhadap shalawat dengan menggunakan huruf shad atau penyingkatan Salam dan Shalawat (seperti SAW, penyingkatan dalam Bahasa Indonesia -pent)tidaklah termasuk doa dan bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis. Dan juga karena penyingkatan yang demikiantidak pernah dilakukan oleh tiga generasi awal Islam yang keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau. Dewan Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn Abdullaah Ibn Baaz;Anggota: Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi;Anggota: Syaikh ‘Abdullaah Ibn Ghudayyaan;Anggota: Syaikh ‘Abdullaah Ibn Qu’ood (Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., – Volume 12, Halaman 208, Pertanyaan ke-3 dariFatwa No.5069) Diterjemahkan dari fatwa-online.com/fataawa/miscellaneous/enjoiningthegood/0020919.htm Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Soal: Apa keutamaan bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Bolehkah kita menyingkat ucapan shalawat tersebut dalam penulisan, misalnya kita tulis Muhammad SAW dengan maksud singkatan dari salallahu ‘alaihi wassalam ? Jawab: “Mengucapkan shalawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang disyariatkan. Di dalamnya terdapat faedah yang banyak. Di antaranya menjalankan perintah Allah, menyepakati Allah Subhanallahu Wa ta’ala dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” (Al-Ahzab: 56) Faedah lainnya adalah melipat gandakan pahala orang yang bershalawat tersebut, adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sebagaimana bershalawat menjadi sebab seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak seseorang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengingat beliu, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang beliau sampaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan anjuran untuk mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.” Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu juga, disebutkan bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan (Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya, demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya. (-pent.)) dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id (tempat kumpul-kumpul -pent). Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” [Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pula bersabda: “Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat untukku.” [HR. At-Tirmidzi, kata Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, “Hadits hasan gharib.”] Bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disyariatkan dalam tasyahhud shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama beliau disebut, dan sebagainya. Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat. Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap/sempurna dalam rangka menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut. Tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan misalnya shad1 islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat atau slm1 islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat ataupun singkatan-singkatan yang serupa dengannya, yang terkadang digunakan oleh sebagian penulis dan penyusun. Hal ini jelas menyelisihi perintah Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya: “… bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” Dan juga dengan menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut atau tidak paham maksudnya. Menyingkat lafazh shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini. Ibnu Shalah Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.” Ibnu Shalah juga berkata, “Hendaklah ia menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut: Pertama, ia menuliskan lafazh shalawat dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua huruf atau semisalnya. Kedua, ia menuliskannya dengan makna yang kurang, misalnya ia tidak menuliskan wassalam islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat Al-‘Allamah As-Sakhawi Al-‘Allamah As-Sakhawi dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, menyatakan, “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam. Mereka singkat lafazh shalawat dengan saw dan shad, Karena penulisannya kurang, berarti pahalanya pun kurang, berbeda dengan orang yang menuliskannya secara lengkap. As-Suyuthi As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, mengatakan, “Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan slm3, bahkan semestinya ditulis secara lengkap.” Inilah wasiat saya kepada setiap muslim dan pembaca juga penulis, agar mereka mencari yang utama atau afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.” (Diringkas dari fatwa Asy-Syaikh Ibn Baz yang dimuat dalam Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 2/396-399) Sumber: Majalah Asy Syari’ah, Vol. III/No. 36/1428 H/2007, Kategori Fatawa Al-Mar’ah Al-Muslimah, Hal. 89-91. Sumber: bakkah.net/interactive/q&a/aawa004.htmhttp://bakkah.net/articles/SAWS.htmhttp://fatwa-online.com/fataawa/miscellaneous/enjoiningthegood/0020919.htm Kesimpulan: Kita tidak boleh menyingkat salam dengan cara apapun, misalnya “assalaamu’alaykum wr.Wb.”, menyingkat sholawat seperti SAW atau menyingkat lafadz dengan SWT. Alasannya seperti yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama diatas karena didalamnya ada bentuk do’a dan pengagungan kepada Allah yang telah disyari’atkan, Misal ada orang menyingkat “Allah SWT” berarti dia telah menyelisihi bentuk pengagungan yang telah di syari’atkan, hendaknya dia menulis “Allah Subhanallahu wa ta’ala”. Ada juga yang menuliskan ALLAH dengan huruf “4JJ1″, tidak boleh kita menulis seperti ini karena “4JJ1″ telah diselewengkan maknanya menjadi “For Judas Jesus Isa Al-Masih”.Maha suci Allah dari ucapan seperti ini. Firman Allah subhannallahuwa ta’ala (yang artinya):“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (An Nisaa’: 86). Berikut ucapan salam dan keutamaannya yg telah dicontohkan olehRasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam: “Telah datang seorang lelaki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata, ‘Assalamualaikum’. Maka Rasulullah menjawab salam kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata sepuluh pahala kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata ‘Assalamualaikum warahmatullah’, lalu Rasulullah menjawab salam tadi, dan berkata dua puluh pahala. Kemudian datang yang ketiga terus berkata ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Rasulullah pun menjawab salam tadi dan terus duduk, maka Rasulullah berkata tiga puluh pahala. (Hadits Hasan :Riwayat Abu Daud Tarmizi) Semoga bermanfaat, Wallahu Ta’ala a’lam bissowab ————————- Sekedar Tambahan: Disampaikan oleh Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menuliskan shad-lam-’ain-mim dihukum dengan dipotong tangannya [!!]

(Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)

Di akhir kehidupan kita, kita wajib meraih Khusnul Khatimah

عوذ بالله من الشيطان الرجيم

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

لحمد لله وحده, نحمده و نستعينه و نستغفره ونتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا من يهده الله فهو المهتد ومن يضلله فلن تجد له وليا مرشدا, أشهد أن لا اله الا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله بلغ الرسالة وأدى الأمانة ونصح للأمة وتركنا على المحجة البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها الا هلك, اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه ومن دعا بدعوته الى يوم الدين. أما بعد, فيا عباد الله اوصيكم ونفسي الخاطئة المذنبة بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون. وقال الله تعالى في محكم التنزيل بعد أعوذ بالله من الشيطان الرجيم :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران : 102)
..
Marilah kita tingkatkan kualitas taqwa kita pada Allah dengan berupaya maksimal melaksanakan apa saja perintah-Nya yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul saw. Pada waktu yang sama kita dituntut pula untuk meninggalkan apa saja larangan Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasul Saw. Hanya dengan cara itulah ketaqwaan kita mengalami peningkatan dan perbaikan...
Selanjutnya, shalawat dan salam mari kita bacakan untuk nabi Muhammad Saw sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat atas Nabi (Muhammad Saw). Wahai orang-orang beriman, ucapkan shalawat dan salam atas Nabi (Muhammad) Saw. (Al-Ahzab : 56)

Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kepada kita teladan dalam wasiat takwa ini. Di mana beliau telah berwasiat kepada para sahabat beliau untuk bertakwa. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

اِتَّقِ الله حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

"Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan yang baik agar ia menghapuskannya, dan berakhlak baiklah kepada semua manusia."(at-Tirmidzi).
Hadits yang mulia ini, dengan sangat jelas memberikan penjelasan kepada kita bahwa ketakwaan itu tidak terbatas pada waktu dan tempat tertentu. Artinya, seorang Muslim harus bertakwa dimana pun dan kapan pun, dalam situasi dan kondisi apa pun. Takwa adalah pakaian seorang Mukmin sejati. Takwa adalah bekal paling baik bagi seorang hamba untuk menempuh perjalanan bertemu Allah, dan takwa adalah benteng diri yang paling kokoh untuk melindungi diri kita dari kemaksiatan dan penyimpangan. Hanya masalahnya, takwa tidaklah semudah diucapkan dengan lisan. Apa yang dipahami oleh para sahabat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam dari kalimat yang agung ini, tidaklah sesederhana yang kita tangkap dengan pendengaran, tidak pula sebatas rutinitas yang sering kita dengar setiap kali seorang khatib memulai khutbahnya; mudah kita ucapkan, namun kita acapkali susah dalam mencernanya apalagi merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Takwa adalah sebagaimana yang diartikan oleh seorang sahabat :

اَلتَّقْوَى هُوَ: الْخَوْفُ بِالْجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ، وَالرِّضَى بِالْقَلِيْلِ وَالْإِسْتِعْدَادُ بِيَوْمِ الرَّحِيْلِ.
"Takwa adalah perasaan takut kepada Yang Mahaagung, mengamalkan apa yang diturunkan dari Allah, merasa cukup dengan rizki yang sedikit dan mempersiapkan diri untuk menghadapi Hari Akhir." Yaitu, hari yang digambarkan Allah sebagai :


يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"Hari di mana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara`: 88 - 89).

Sesungguhnya bagian manusia dari dunia ini adalah hanya sebatas umurnya. Apabila seseorang menabur benih dengan baik di dunia, maka ia akan memanen pahala yang melimpah di akhirat nanti. Orang yang melakukan transaksi yang menguntungkan adalah; dengan beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa raganya, maka di akhirat ada Surga Adn yang menanti. Tapi apabila sebaliknya, umur yang ada hanya diisi dengan keburukan, kesia-siaan, menumpuk dosa, dan mengejar kesenangan nafsunya, maka sungguh, semua itu adalah kerugian yang nyata. Perhatikan Firman Allah Subhanahu Wata'ala :

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ .

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." (Al-Ashr: 1-3).

Al-Imam asy-Syafi'i menafsiri ayat ini, "Kalau seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas hamba-hambaNya kecuali surat ini, niscaya surat ini cukup bagi mereka."
Artinya, orang yang tidak beriman, tidak beramal shalih, tidak saling menasihati dengan kebenaran dan tidak saling menasihati dengan kesabaran, maka dia adalah tipe manusia yang paling merugi di akhirat. Dan sebaliknya, bagi orang yang beriman dan beramal shalih, adalah sebagaimana janji Allah di dalam ayat ini :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupn yang baik, dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (An-Nahl: 97).

Ingat baik-baik, bahwa sekecil apa pun amal yang kita lakukan, pasti kita akan dapatkan balasannya. Tidak akan ada yang luput dari pengadilan Allah Subhanahu Wata'ala. Dan ingat pula bahwa kita semua pasti akan kembali kepada Allah, dan bahwa dunia ini penuh dengan tipu daya yang membuat kita lupa, Allah Subhanahu Wata'ala telah jauh-jauh hari memperingatkan hal ini. FirmanNya :

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَتُرْجَعُونَ
"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami." (Al-Mu`minun: 115).

Karenanya, orang yang berakal adalah orang yang dapat menghitung amalan dirinya sebelum Allah Subhanahu Wata'ala menghitungnya. Dia merasa takut akan dosa-dosanya yang dapat menyebabkan kehancurannya. Karena ajal senantiasa mengintai kehidupan setiap orang, dan kematian selalu siap menyudahinya. Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Kapan pun Allah menghendaki, maka tidak ada seorang pun yang dapat menundanya atau memajukannya, sekali pun sekejap. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran: 185).
Dan Allah Subhanahu Wata'ala juga berfirman :
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَلاَيَسْتَئْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
"Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)." (Yunus: 49).


Di akhir kehidupan kita, kita wajib meraih Khusnul Khatimah; yaitu dengan beramal shalih secara berkesinambungan dan bertaubat terus menerus dari dosa dan noda. Sebesar apa pun dosa yang dilakukan seorang Muslim, pintu taubat tetap terbuka baginya, dan seorang Muslim tidak boleh berputus asa dari ampunan Allah Subhanahu Wata'ala. Akhir hidup seseorang, baik dan buruknya tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya. Baik dan buruknya akhir hidup seseorang ditentukan oleh baik dan buruknya amalan di akhir hidupnya.

Barangkali ada titik yang menimbulkan pertanyaan dalam masalah ini; yaitu bagaimana menjembatani antara akhir hidup yang telah ditakdirkan Allah dengan kewajiban kita untuk berusaha meraih Husnul Khatimah.
Jawabannya adalah hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, di mana beliau telah bersabda :

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ.
"Setiap seorang di antara kalian tangguh telah dituliskan tempatnya di neraka dan tempatnya di surga."

قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ الله، أَفَلَا نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ؟
"Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah tidak lebih baik kami bersandar saja kepada ketetapan kami itu dan meninggalkan beramal?”

قَالَ: اِعْمَلُوْا، فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ؛ أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.

"Beliau menjawab, 'Beramallah, karena sesungguhnya setiap orang dimudahkan kepada apa dia diciptakan, adapun orang yang termasuk dari golongan yang berbahagia, maka akan dimudahkan baginya kepada amalan orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan, dan adapun orang yang termasuk dari golongan yang celaka, maka dia dimudahkan kepada amalan orang-orang yang celaka."
Dan kemudian beliau membaca Firman Allah Subhanahu Wata'ala :

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى . وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى . وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى . وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (Al-Lail: 5-10). (Diriwayat-kan oleh al-Bukhari no. 4949; dan Muslim no. 2647).
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kesengsaraan di akhir hayat seseorang telah Allah tentukan di dalam takdirnya, dan juga berdasarkan penutup amalnya; sehingga keduanya merupakan sebab secara bersamaan. Dan inilah yang disinyalir oleh sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam :

وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيْمِ.
"Sesungguhnya amal perbuatan (ibadah) itu hanya berdasarkan (akhir) penutupnya." (HR. al-Bukhari no. 6607).


Maka, barangsiapa yang telah mengikuti tuntunan Allah dan NabiNya, hendaklah senantiasa berusaha istiqamah dalam kebaikan, dengan harapan dia dapat meraih akhir hidup yang baik. Dan kalau pernah terlanjur berbuat dosa, maka bersegeralah untuk bertaubat. Seorang manusia tidak akan pernah tahu kapan akhir hayatnya tiba, dan karena itu dia harus berusaha dengan segenap usaha dan doa agar menutup lembaran hidupnya dengan kebaikan.


Marilah kita menengok para salafus shalih, bagaimana mereka menyikapi akhir hayatnya, dengan harapan dapat menjadi peringatan dan pelajaran bagi kita.
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah meriwayatkan dari Abu Nadhrah, "Bahwasanya seorang laki-laki dari sahabat Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam, dikenal dengan nama Abu Abdullah, dijenguk oleh sahabat-sahabatnya, dalam keadaan menangis. Mereka bertanya, 'Apa yang membuatmu menangis? Bukankah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepadamu :

خُذْ مِنْ شَارِبِكَ ثُمَّ أَقِرَّهُ حَتَّى تَلْقَانِيْ.

'Ambillah sebagian dari minumanmu ini kemudian jadikanlah sebagai suguhan buat tamu(mu), sampai kamu bertemu denganku?'
Sahabat tersebut menjawab, "Benar, akan tetapi saya mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “
إِنَّ الله غزّ وجلّ قَبَضَ بِيَمِيْنِهِ قَبْضَةً وَأُخْرَى بِالْيَدِ الْأُخْرَى وَقَالَ هذه لهذه وهذه لهذه وَلَا أُبَالِيْ.

"Sesungguhnya Allah menggenggam satu genggaman dengan tangan kanannya dan satu genggaman lainnya dengan tanganNya yang lainnya, dan berfirman, 'Yang ini adalah untuk yang ini (surga) dan yang ini adalah untuk yang ini (neraka) dan aku tidak peduli'. Dan aku tidak tahu ada di genggaman yang mana aku berada." (HR. Ahmad, no. 17087).

Para salaf berkata; "Tidaklah mata ini menangis kecuali karena memikirkan takdir akhir hayat yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu Wata'ala."

Suatu ketika Sufyan ast-Tsauri didapati gelisah dan resah karena memikirkan akhir hayatnya, bahkan dia meneteskan air mata seraya berkata, "Aku khawatir kalau aku termasuk orang yang sengsara di dalam kitab induk (catatan takdir Allah), dan aku takut Iman akan dicabut dariku ketika (menghadapi) kematian." (Diri-wayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah).

Diceritakan bahwa Malik bin Dinar selalu bangun malam sambil memegangi janggutnya dan berkata, "Ya Rabbi, sungguh Engkau telah mengetahui penduduk surga dari penduduk neraka, maka ada di mana Malik (bin Dinar) di antara keduanya?" (Diriwa-yatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah).
Demikianlah gambaran ketakwaan para salafus shalih, mereka selalu khawatir dan was-was terhadap akhir hayat dan kehidupannya, dan tentu saja kita berharap bisa mengambil pelajaran dari semua itu. Ingat baik-baik, bahwa kita semua pernah melakukan dosa, dan karenanya kita harus waspada akan akibat dari dosa-dosa kita. Jangan sampai sekian banyaknya peringatan Allah, berupa bencana, cobaan, gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin puyuh, gunung meletus, tidak pernah membuat kita sadar akan akhir hidup kita. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلاَيَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (Al-A'raf: 99).
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, "Sesungguhnya perbuatan dosa, maksiat, dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan setan akan menguatkannya, maka berkumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh pada akhir hidup yang tidak baik".

Kita memohon kepada Allah agar berkenan menutup hidup kita di dunia ini dengan baik, dan melimpahkan kepada kita rahmat dan ampunanNya.


oleh Sutarom 'Tarom' pada 07 Juni 2011 jam 12:30

Do’a Supaya Memperoleh Cahaya Terang

اَللّهُمَّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُوْرًا وَفِى لِسَانِى نُوْرًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُوْرًا وَاجْعَلْ فِى بَصَرِى نُوْرًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُوْرًا وَمِنْ اَمَامِى نُوْرًا وَمِنْ فَوْقِى نُوْرًا وَمِنْ تَحْتِى نُوْرًا اَللّهُمَّ اَعْطِنِى نُوْرًا

“Ya Allah ! Jadikanlah cahaya didalam hatiku dan di lidahku, jadikanlah cahaya dalam pendengaranku, jadikanlah cahaya dalam penglihatanku, jadikan cahaya dari belakangku , dari hadapanku dari atasku dan dari bawahku! Ya Allah berilah aku cahaya!”(HR-Shahih Muslim ).

Do’a ini biasa dibaca Rasulullah SAW pada saat berangkat ke masjid pada waktu adzan shubuh setelah menjalankan sholat malam yang diakhiri sholat witir

Hadits Saat Jibril Menjelaskan Neraka Kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.

Abul-Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abu Hurairah
r .a . berkata: Rasulullah s .a .w .
bersabda: " Api neraka telah
dinyalakan selama seribu tahun
sehingga merah, kemudian
dilanjutkan seribu tahun sehingga
putih , kemudian dilanjutkan seribu
tahun sehingga gelap bagaikan
malam yang kelam ."

Diriwayatkan bahawa
Yazid bin Martsad selalu menangis
sehingga tidak pernah kering air
matanya dan ketika ditanya , maka
dijawabnya: Andaikata Allah s. w .t.
mengancam akan memanjarakan aku
didalam bilik mandi selama seribu
tahun . nescaya sudah selayaknya air
mataku tidak berhenti maka
bagaimana sedang kini telah
mengancam akan memasukkan aku
dalam api neraka yang telah
dinyalakan selama tiga ribu tahu ."

Abul-Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari mujahid
berkata: "Sesungguhnya dijahannam
ada beberapa perigi berisi ular-ular
sebesar leher unta dan kala sebesar
kaldai, maka larilah orang- orang ahli
neraka keular itu, maka bila tersentuh
oleh bibirnya langsung terkelupas
rambut, kulit dan kuku dan mereka
tidak dapat selamat dari gigitan itu
kecuali jika lari kedalam neraka ."


Abdullah bin Jubair
meriwayatkan bahawa Rasulullah
s .a .w . bersabda: "Bahawa didalam
neraka ada ular-ular sebesar leher
unta , jika menggigit maka rasa redih
bisanya tetap terasa hingga empat
puluh tahun. Juga didalam neraka ada
kala sebesar kaldai, jika menggigit
maka akan terasa pedih bisanya
selama empat puluh tahun."


Al-a 'masy dari Yasid bin
Wahab dari Ibn Mas' ud berkata:
" Sesungguhnya apimu ini sebahagian
dari tujuh puluh bagian dari api
neraka , dan andaikan tidak
didinginkan dalam laut dua kali
nescaya kamu tidak dapat
mempergunakannya ."


Mujahid berkata:
" Sesungguhnya apimu ini berlindung
kepada Allah s. w .t. dari neraka
jahannam ." Rasulullah s. a. w .
bersabda: " Sesungguhnya seringan -
ringan siksa ahli neraka iaitu seorang
yang berkasutkan dari api nerka, dan
dapat mendidihkan otaknya, seolah -
olah ditelinganya ada api , dan giginya
berapi dan dibibirnya ada wap api ,
dan keluar ususnya dari bawah
kakinya , bahkan ia merasa bahawa
dialah yang terberat siksanya dari
semua ahli neraka, padahal ia sangat
ringan siksanya dari semua ahli
neraka ."


Abul-Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abdullah bin
Amr r. a. berkata: "Orang -orang neraka
memanggil Malaikat Malik tetapi tidak
dijawab selama empat puluh tahun ,
kemudian dijawabnya: "Bahawa kamu
tetap tinggal dalam neraka ."


Kemudian mereka berdoa
( memanggil) Tuhan : "Ya Tuhan,
keluarkanlah kami dari neraka ini,
maka bila kami mengulangi
perbuatan -perbuatan kami yang lalu
itu bererti kami zalim ." Maka tidak
dijawab selama umur dunia ini dua
kali , kemudian dijawab : " Hina dinalah
kamu didalam neraka dan jangan
berkata- kata."


Demi Allah setelah itu
tidak ada yang dapat berkata-kata
walau satu kalimah , sedang yang
terdengar hanya nafas keluhan dan
tangis rintihan yang suara mereka
hampir menyamai suara himar
( kaldai).


Qatadah berkata: " Hai
kaumku , apakah kamu merasa
bahawa itu pasti akan terkena pada
dirimu , atau kamu merasa akan kuat
menghadapinya . Hai kaumku, taatlah
kepada Allah s. w .t. itu jauh lebih
ringan bagi kamu kerana itu, taatilah
sebab ahli neraka itu kelak akan
mengeluh selama seribu tahun tetapi
tidak berguna bagi mereka, lalu
mereka berkata: " Dahulu ketika kami
didunia, bila kami sabar lambat laun
mendapat keringanan dan
kelapangan , maka mereka lalu
bersabar seribu tahun, dan tetap siksa
mereka tidak diringankan sehingga
mereka berkata: Ajazi 'na am sobarna
malana min mahish ( Yang
bermaksud) Apakah kami mengeluh
atau sabar, tidak dapat mengelakkan
siksa ini.



.Lalu minta hujan selama
seribu tahun sangat haus dan panas
neraka maka mereka berdoa selama
seribu tahun, maka Allah s .w .t .
berkata kepada Jibril: "Apakah yang
mereka minta?". Jawab Jibril: "Engkau
lebih mengetahui , ya Allah , mereka
minta hujan." Maka nampak pada
mereka awan merah sehingga mereka
mengira akan turun hujan, maka
dikirim kepada mereka kala-kala
sebesar kaldai, yang menggigit mereka
dan terasa pedih gigitan itu selama
seribu tahun.

Kemudian mereka minta
kepada Allah s. w .t. selama seribu
tahun untuk diturunkan hujan, maka
nampak mereka awan yang hitam,
mereka mengira bahawa itu akan
hujan, tiba-tiba turun kepada mereka
ular- ular sebesar leher unta, yang
menggigit mereka dan gigitan itu
terasa pedihnya hingga seribu tahun,
dan inilah ertinya : Zidnahum adzaba
fauqal adzabi . ( Yang bermaksud)

Kami tambahkan kepada mereka siksa
diatas siksa.


Kerana mereka dahulu
telah kafir , tidak percaya dan
melanggar tuntutan Allah s .w . t.,
kerana itulah maka siapa yang ingin
selamat dari siksaan Allah s.w . t. harus
sabar sementara atas segala
penderitaan dunia didalam mentaati
perintah dan menjauhi larangan Allah
s .w . t. dan menahan syahwat hawa
nafsu sebab syurga neraka diliputi
syahwat -syahwat .


Seorang pejungga
berkata: "Dalam usia tua itu cukup
pengalaman untuk mencegah orang
yang tenang dari sifat kekanak -
kanakan , apabila telah menyala api
dirambutnya (beruban ). Saya melihat
seorang itu ingin hidup tenang bila
dahan pohon telah menguning
sesudah hijaunya .


Jauhilah kawan
yang busuk dan berhati - hatilah,
jangan menghubunginya tetapi bila
tidak dapat, maka ambil hati-hatinya ,
dan berkawanlah pada orang yang
jujur tetapi jangan suka membantah
padanya , engkau pasti akan disukai
selma kau tidak membantah
kepadanya . Berkawanlah dengan
orang bangsawan dan yang berakhlak
baik budinya. "


Maka siapa yang berbuat
baik pada orang yang tidak berbudi
bererti ia telah membuang budi itu
kedalam laut. Dan Allah s .w . t.
mempunyai syurga yang selebar
langit tetapi diputi dengan kesukaran-
kesukaran .

Abul-Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari Abu Hurairah
r .a . berkata: " Nabi Muhammad s .a .w
bersabda: " Allah memanggil Malaikat
Jibril dan menyuruhnya melihat
syurga dengan segala persiapannya
untuk ahlinya , maka ketika kembali

berkata Jibril: Demi kemuliaanMu,
tiada seorang yang mendengarnya
melainkan ia akan masuk kedalamnya ,
maka diliputi dengan serba kesukaran ,
dan menyuruh Jibril kembali
melihatnya , maka kembali melihatnya ,
kemudian ia berkata: Demi
kemuliaanMu saya khuatir kalau -kalau
tiada seorangpun yang masuk
kedalamnya .

Kemudian disuruh
melihat neraka dan semua yang
disediakan untuk ahlinya ,


maka
kembali Jibril dan berkata: Demi
kemuliaanMu tidak akan masuk
kedalamnya orang yang telah
mendengarnya , kemudian diliputi
dengan kepuasan syahwatnya , dan
diperintah supaya kembali melihatnya
kemudian setelah dilihatnya kembali,
berkatanya : Saya khuatir kalau tiada
seorangpun melainkan akan masuk
kedalamnya ."

Juga Nabi Muhammad
s .a .w bersabda: " Kamu boleh
menyebut tentang neraka sesukamu,
maka tiada kamu menyebut sesuatu
melainkan api neraka itu jauh lebih
ngeri dan lebih keras daripadanya ."

Abul-Laits meriwayatkan
dengan sanadnya dari Maimun bin
Nahran berkata: " Ketika turun ayat
( yang berbunyi ) Wa inna jahannam
lamau 'iduhum ajma' in (yang
bermaksud) Sesungguhnya neraka
jahannam itu sebagai ancaman bagi
semua mereka. Salman meletakkan
tangan diatas kepalanya dan lari
keluar selama tiga hari baru
ditemuikannya .


Yazid Arraqqasyi dari
Anas bin Malik r.a . berkata: " Jibril
datang kepada Nabi Muhammad
s .a .w pada saat yang tiada biasa
datang , dalam keadaan yang berubah
mukanya ,

maka ditanya oleh Nabi
Muhammad s .a .w : "Mengapa aku
melihat kau berubah muka?" Jawab
Jibril : " Ya Muhammad , aku datang
kepadamu pada saat dimana Allah
menyuruh supaya dikobarkan api
neraka , maka tidak layak bagi orang
yang mengetahui bahawa neraka
jahannam itu benar, siksa kubur itu
benar , siksa Allah itu terbesar untuk
bersuka -suka sebelum ia merasa
aman daripadanya ." Lalu Nabi


Muhammad s .a .w bersabda: " Ya Jibril ,
jelaskan kepadaku sifat jahannam. "
Jawabnya : " Ya, ketika Allah menjadikan
jahannam maka dinyalakan selama
seribu tahun sehingga merah,
kemudian dilanjutkan seribu tahun
hingga putih , kemudian seribu tahun
sehingga hitam, maka ia hitam gelap ,
tidak pernah padam nyala dan
baranya . Demi Allah yang
mengutuskan engkau dengan hak ,
andaikan terbuka sebesar lubang
jarum nescaya akan dapat membakar
penduduk dunia semuanya kerana
panasnya . Demi Allah yang
mengutuskan engkau dengan hak ,
andaikan satu baju ahli neraka itu
digantung diantara langit dan bumi
nescaya akan mati penduduk bumi
kerana panas dan baranya . Demi
Allah yang mengutus engkau dengan
hak , andaikan satu pergelangan dari
rantai yang disebut Allah dalam Al-
Quran itu diletakkan diatas bukit
nescaya akan cair sampai kebawah
bumi yang ketujuh. Demi Allah yang
mengutusmu dengan hak , andaikan
seorang dihujung barat tersiksa
nescaya akan terbakar orang-orang
yang dihujung timur kerana sangat
panasnya , jahannam itu sangat dalam
dan perhiasannya besi dan
minumannya air panas campur nanah
dan pakaiannya potongan api. Api
neraka itu ada mempunyai tujuh
pintu , tiap-tiap pintu ada bagian yang
tertentu dari orang laki -laki dan
perempuan ."


Nabi Muhammad s .a .w
bertanya : "Apakah pintu- pintunya
bagaikan pintu- pintu rumah -rumah
kami ?" Jawabnya: " Tidak, tetapi selalu
terbuka, setangahnya dibawah dari
lainnya , dari pintu ke pintu jarak
perjalanan tujuh puluh ribu tahun,
tiap pintu lebih panas dari yang lain
tujuh puluh ribu tahun, tiap pintu
lebih panas dari yang lain tujuh puluh
kali ganda , maka digiring kesana
musuh - musuh Allah s. w .t. sehingga
bila telah sampai kepintunya
disambut oleh malaikat -malaikat
Zabaniyah dengan rantai dan
belenggu, maka rantai itu dimasukkan
kedalam mulut mereka hingga tembus
kepantat , dan diikat tangan kirinya
kelehernya , sedang tangan kanannya
dimasukkan dalam dada dan tembus
kebahunya , dan tiap- tiap manusia itu
digandeng dengan syaitannya lalu
diseret tersungkur mukanya sambil
dipukul oleh para malaikat dengan
pukul besi, tiap mereka ingin keluar
kerana sangat risau , maka
ditanamkan kedalamnya ."



Nabi Muhammad s .a .w
bertanya lagi : "Siapakah penduduk
masing - masing pintu itu ?" Jawabnya:
" Pintu yang terbawah untuk orang-
orang munafiq, orang- orang yang
kafir setelah diturunkan hidangan
mujizat Nabi Isa a .s . serta keluarga
Firaun sedang namanya Alhawiyah.
Pintu kedua tempat orang- orang
musyrikin bernama Jahim, pintu ketiga
tempat orang-orang shobi'in
bernama Saqar. Pintu keempat
tempat iblis laknatullah dan
pengikutnya dari kaum Majusi
bernama Ladha, pintu kelima orang
yahudi bernama Huthomah . Pintu
keenam tempat orang- orang kristien
( Nasara ) bernama Sa'ie ."



Kemudian Jibril diam.....


segan pada Nabi Muhammad s. a. w
sehingga Nabi Muhammad s .a .w
bertanya : "Mengapa tidak kau
terangkan penduduk pintu ketujuh?"
Jawab Jibril: "Didalamnya orang- orang
yang berdosa besar dari ummatmu
yang sampai mati belum sempat
bertaubat ."


Maka Nabi Muhammad
s .a .w jatuh pengsan ketika
mendengar keterangan Jibril itu,
sehingga Jibril meletakkan kepala Nabi
Muhammad s .a .w dipangkuan Jibril
sehingga sedar kembali, dan ketika
sudah sedar Nabi Muhammad s .a .w
bersabda: " Ya Jibril , sungguh besar
kerisauanku dan sangat sedihku ,
apakah ada seorang dari ummatku
yang akan masuk neraka ?" Jawab
Jibril : " Ya, iaitu orang yang berdosa
besar dari ummatmu ."
Kemudian Nabi


Muhammad s .a .w menangis, Jibril
juga menangis, kemudian Nabi
Muhammad s .a .w masuk kedalam
rumahnya dan tidak keluar kecuali
untuk sembahyang kemudian masuk
kembali dan tidak berbicara dengan
orang dan bila sembahyang selalu
menangis dan minta kepada Allah
s .w . t., dan pada hari ketiga datang
Abu Bakar r .a . kerumah Nabi


Muhammad s .a .w mengucapkan:
" Assalamu'alaikum ya ahla baiti
rahmah . apakah dapat bertemu
kepada Nabi Muhammad s .a .w ?"
Maka tidak ada yang menjawabnya,
sehingga ia menepi untuk menangis,
kemudian Umar datang dan berkata:

" Assalamu'alaikum ya ahla baiti
rahmah , apakah dapat bertemu
dengan Rasulullah s. a. w ?" Dan ketika
tidak mendapat jawapan dia pun
menepi dan menangis, kemudian
datang Salman Alfarisi dan berdiri
dimuka pintu sambil mengucapkan:

" Assalamu'alaikum ya ahla baiti
rahmah , apakah dapat bertemu
dengan Junjunganku Rasulullah
s .a .w . ?" Dan ketika tidak mendapat
jawapan , dia menangis sehingga jatuh
dan bangun, sehingga sampai
kerumah Fatimah r .a . dan dimuka
pintunya ia mengucapkan:


" Assalamu'alaikum hai puteri
Rasulullah s .a .w ." Kebetulan pada
masa itu Ali r. a. tiada dirumah , lalu
bertanya : "Hai puteri Rasulullah,
sesungguhnya Rasulullah s .a .w . telah
beberapa hari tidak keluar kecuali
untuk sembahyang dan tidak berkata
apa- apa kepada orang dan juga tidak
mengizinkan orang-orang bertemu
dengannya. " Maka segeralah Fatimah
memakai baju yang panjang dan pergi
sehingga apabila beliau sampai
kedepan muka pintu rumah


Rasulullah s .a .w . dan memberi salam
sambil berkata: "Saya Fatimah, ya
Rasulullah ." Sedang Rasulullah s .a .w .
bersujud sambil menangis , lalu
Rasulullah s .a .w . mengangkat
kepalanya dan bertanya :


" Mengapakah kesayanganku ?" Apabila
pintu dibuka maka masuklah Fatimah
kedalam rumah Rasulullah s .a .w . dan
ketika melihat Rasulullah s. a. w .
menangislah ia kerana melihat
Rasulullah s .a .w . pucat dan sembam
muka kerana banyak menangis dan
sangat sedih , lalu ia bertanya : "Ya
Rasulullah , apakah yang
menimpamu?"


jawab Rasulullah
s .a .w . : " Jibril datang kepadaku dan
menerangkan sifat- sifat neraka
jahannam dan menerangkankan
bahawa bahagian yang paling atas
dari semua tingkat neraka jahannam
itu adalah untuk umatku yang berbuat
dosa -dosa besar, maka itulah yang
menyebabkan aku menangis dan
berduka cita .

" Fatimah bertanya lagi :


" Ya Rasulullah , bagaimana caranya
masuk ?" Jawab Rasulullah s. a. w .:
" Diiring oleh Malaikat keneraka , tanpa
dihitamkan muka juga tidak biru mata
mereka dan tidak ditutup mulut
mereka dan tidak digandingkan
dengan syaitan , bahkan tidak
dibelenggu atau dirantai.



" Ditanya Fatimah lagi : " Lalu bagaimana cara
Malaikat menuntun mereka?" Jawab
Rasulullah s .a .w .: " Adapun kaum lelaki
ditarik janggutnya sedangkan yang
perempuan ditarik rambutnya , maka
beberapa banyak dari orang -orang
tua dari ummatku yang mengeluh
ketika diseret keneraka : Alangkah tua
dan lemahku, demikian juga yang
muda mengeluh: Wahai kemudaanku
dan bagus rupaku , sedang wanita
mengeluh : Wahai alangkah maluku
sehingga dibawa Malaikat Malik. , dan
ketika telah dilihat oleh Malaikat Malik
lalu bertanya: " Siapakah mereka itu,
maka tidak pernah saya dapatkan
orang yang akan tersiksa seperti
orang -orang ibi , muka mereka tidak
hitam, matanya tidak biru, mulut
mereka juga tidak tertutup dan tidak
juga diikat bersama syaitannya , dan
tidak dibelenggu atau dirantai leher
mereka?


Jawab Malaikat: "Demikianlah
kami diperintahkan membawa orang-
orang ini kepadamu sedemikian
rupa ." Lalu ditanya oleh Malaikat
Malik : "Siapakah wahai orang- orang
yang celaka ?"


Dalam lain riwayat
dikatakan ketika mereka diiring oleh
Malaikat Malik selalu memanggil: " Wa
Muhammad ." tetapi setalh melihat
muka Malaikat Malik lupa akan nama
Rasulullah s .a .w . kerana hebatnya
Malaikat Malik , lalu ditanya : " Siapakah
kamu?" Jawab mereka: "Kami ummat
yang dituruni Al-Quran dan kami telah
puasa bulan Ramadhan . " Lalu
Malaikat Malik berkata: "Al- Quran tidak
diturunkan kecuali kepada ummat
Rasulullah s .a .w .. " Maka ketika itu
mereka menjerit: "Kami ummat Nabi
Muhammad s .a .w " Maka Malaikat
Malik bertanya : "Tidakkah telah ada
larangan dalam Al- Quran dari
ma 'siyat terhadap Allah subha nahu
ta' ala. " Dan ketika berada ditepi
neraka jahannam dan diserahkan
kepada Malaikat Zabaniyah , mereka
berkata: "Ya Malik , diizinkan saya akan
menangis ." Maka diizinkan , lalu
mereka menangis sampai habis
airmata, kemudian menangis lagi
dengan darah, sehingga Malaikat
Malik berkata: " Alangkah baiknya
menangis ini andaikata terjadi didunia
kerana takut kepada Allah s. w .t. ,
nescaya kamu tidak akan disentuh
oleh api neraka pada hari ini, lalu
Malaikat Malik berkata kepada Malaikat
Zabaniyah : "Lemparkan mereka
kedalam neraka ." dan bila telah
dilempar mereka serentak menjerit:

" La illaha illallah." maka surutlah api
neraka , Malaikat Malik berkata: " Hai
api , sambarlah mereka." Jawab api :

" Bagaimana aku menyambar mereka,
padahal mereka menyebut La illaha
illallah ." Malaikat Malik berkata:

" Demikianlah perintah Tuhan Rabbul
arsy ." maka ditangkaplah mereka oleh
api , ada yang hanya sampai tapak
kaki, ada yang sampai kelutut , ada
yang sampai kemuka. Malaikat Malik
berkata: "jangan membakar muka
mereka kerana kerana mereka telah
lama sujud kepada Allah s .w .t ., juga
jangan membakar hati mereka kerana
mereka telah haus pada bulan
Ramadhan .


" Maka tinggal dalam
neraka beberapa lama sambil
menyebut : " Ya Arhamar Rahimin, Ya
Hannan , Ya Mannan. " Kemudian bila
telah selesai hukuman mereka, maka
Allah s .w . t.memanggil Jibril dan
bertanya : "Ya Jibril, bagaimanakah
keadaan orang- orang yang maksiat
dari ummat Nabi Muhammad s. a. w ?"
Jawab Jibril: "Ya Tuhan , Engkau lebih
mengetahui ."


Lalu diperintahkan :
" Pergilah kau lihatkan keadaan
mereka. " Maka pergilah Jibril a .s .
kepada Malaikat Malik yang sedang
duduk diatas mimbar ditengah -
tengah jahannam . Ketika Malaikat
Malik melihat Jibril segera ia bangun
hormat dan berkata: "Ya Jibril,
mengapakah kau datang kesini?"
Jawab Jibril: "Bagaimanakah keadaan
rombongan yang maksit dari ummat
Rasulullah s .a .w .?" Jawab Malaikat
Malik : "Sungguh ngeri keadaan
mereka dan sempit tempat mereka,
mereka telah terbakar badan dan
daging mereka kecuali muka dan hati
mereka masih berkilauan iman ." Jibril
berkata: "Bukalah tutup mereka
supaya saya dapat melhat mereka."


Maka Malaikat Malik menyuruh
Malaikat Zabaniyah membuka tutup
mereka dan ketika mereka melihat
Jibril mereka mengerti bahawa ini
bukan Malaikat yang menyiksa
manusia , lalu mereka bertanya :
" Siapakah hamba yang sangat bagus
rupanya itu ?" Jawab Malaikat Malik :
" Itu Jibril yang biasa membawa wahyu
kepada Nabi Muhammad s .a .w . "
Ketika mereka mendengar nama Nabi
Muhammad s .a .w . maka serentaklah
mereka menjerit: "Ya Jibril, sampaikan
salam kami kepada Nabi Muhammad
s .a .w . dan beritakan bahawa maksiat
kamilah yang memisahkan kami
dengannya serta sampaikan keadaan
kami kepadanya ." Maka kembalilah
Jibril menghadap kepada Allah s .w .t .
lalu ditanya : " Bagaimana kamu
melihat ummat Muhammad ?" Jawab
Jilril : "Ya Tuhan , alangkah jeleknya
keadaan mereka dan sempit tempat
mereka. " Lalu Allah s .w .t . bertanya
lagi : "Apakah mereka minta apa- apa
kepadamu ?" Jawab Jibril: " Ya, mereka
minta disampaikan salam mereka
kepada Nabi Muhammad s .a .w . dan
diberitakan kepadanya keadaan
mereka. "

Maka Allah s. w .t. menyuruh
Jibril menyampaikan semua pesanan
itu kepada Nabi Muhammad s .a .w .
yang tinggal dalam khemah dari
permata yang putih , mempunyai
empat ribu buah pintu dan tiap- tiap
pintu terdapat dua daun pintu dari
emas , maka berkata Jibril: Ya
Muhammad , saya datang kepadamu
dari rombongan orang-orang yang
derhaka dari ummatmu yang masih
tersiksa dalam neraka , mereka
menyampaikan salam kepadamu dan
mengeluh bahawa keadaan mereka
sangat jelek dan sangat sempit tempat
mereka. " Maka pergilah Nabi
Muhammad s .a .w . kebawah arsy dan
bersujud dan memuji Allah s .w . t.
dengan ucapan yang tidak pernah
diucapkan oleh seorang makhlukpun
sehingga Allah s.w . t. menyuruh Nabi
Muhammad s .a .w . : " Angkatlah
kepalamu dan mintalah nescaya akan
diberikan, dan ajukan syafa 'atmu pasti
akan diterima ."

Maka Nabi
Muhammad s .a .w . berkata: " Ya
Tuhan , orang -orang yang durhaka
dari ummatku telah terlaksana pada
mereka hukum Mu dan balasanMu ,
maka terimalah syafa 'atku. " Allah
s .w . t. berfirman: "Aku terima
syafa 'atmu terhadap mereka, maka
pergilah keneraka dan keluarkan
daripadanya orang yang pernah
mengucap Laa ilaha illallah." Maka
pergilah Nabi Muhammad s. a. w .
keneraka dan ketika dilihat oleh
Malaiakt Malik , maka segera ia bangkit
hormat lalu ditanya : "Hai Malik ,
bagaimanakah keadaan ummatku
yang durhaka ?"

Jawab Malaikat Malik :
" Alangkah jeleknya keadaan mereka
dan sempit tempat mereka." Maka
diperintahkan membuka pintu dan
angkat tutupnya , maka apabila orang -
orang didalam neraka itu melihat Nabi
Muhammad s .a .w . maka mereka
menjerit serentak : " Ya Nabi
Muhammad s .a .w . , api neraka telah
membakar kulit kami ."

Maka
dikeluarkan semuanya berupa arang,
lalu dibawa mereka kesungai dimuka
pintu syurga yang bernama
Nahrulhayawan , dan disana mereka
mandi kemudian keluar sebagai orang
muda yang gagah, elok, cerah
matanya sedangkan wajah mereka
bagaikan bulan dan tertulis didahi
mereka Aljahanamiyun atau orang-
orang jahannam yang telah
dibebaskan oleh Allah s.w . t.. Dari
neraka kemudiannya mereka masuk
kesyurga , maka apabila orang -orang
neraka itu melihat kaum muslimin
telah dilepaskan dari neraka , mereka
berkata: "Aduh , sekiranya kami dahulu
Islam tentu kami dapat keluar dari
neraka ."

Allah s.w . t. berfirman:

" Rubama yawaddul ladzina kafaruu
lau kanu muslimin. " ( Yang
bermaksud) " Pada suatu saat kelak
orang -orang kafir ingin andaikan
mereka menjadi orang Muslim ."
Nabi Muhammad s .a .w .
bersabda: " Pada hari kiamat kelak
akan didatangkan maut itu berupa
kambing kibas putih hitam, lalu
dipanggil orang-orang syurga dan
ditanya : "Apakah kenal maut ?" Maka
mereka melihat dan mengenalnya ,
demikian pula ahli neraka ditanya :

" Apakah kenal maut ?" Mereka melihat
dan mengenalnya, kemudian kambing
itu disembelih diantara syurga dan
neraka , lalu diberitahu : " Hai ahli
syurga kini kekal tanpa mati, hai ahli
neraka kini kekal tanpa mati. "
Demikianlah ayat : Wa andzirhum
yaumal hasrati idz qudhiyal amru
( Yang bermaksud) Peringatkanlah
mereka akan hari penyesalan ketika
maut telah dihapuskan."

Abu Hurairah r .a .
berkata: "Janganlah gembira seorang
yang lacur dengan suatu nikmat
kerana dibelakangnya ada yang
mengejarnya iaitu jahannam , tiap- tiap
berkurang ditambah pula nyalanya . "


tanbihul_ghafilin.tripod.com/sifatapi.htm